Di Bawean sendiri terdapat beberapa dialek yang berbeda, ini terjadi karena dipengaruhi oleh seberapa besar daerah yang menjadi tempat berlabuhnya kapal atau tempat singgah para pendatang, sedangkan menurut asal bahasanya Bawean menggunakan bahasa Jawa dari Kerajaan Majapahit dan mulai mengalami perubahan sejak Bawean di pimpin oleh raja Syeik Umar Mas'ud yang berasal dari Arosbaya Madura, namun tetap ada satu daerah Istimewah waktu itu yang diberi kebebasan untuk menggunakan bahasa asal dan kebudayaan seperti semula yaitu Desa Diponggo.
Walaupun kata dasarnya banyak sama dengan bahasa madura Kangean dan madura Sumenep, namun terjadi perbedaan jika dirangkai
dalam bentuk kalimat yang dituturkan oleh penuturnya, perbedaannnya
karena dipengaruhi oleh unsur suffix atau tambahan kata penghubung awal, maupun kata penghubung akhir, tentunya dengan logat daerah
masing-masing yang khas.
Pada penutur bahasa Bawean terdapat berbagai macam dialek pada
masing-masing dusun/kampong, namun begitu secara garis besar dapat
dipetakan sebagai berikut:
penutur dengan kosakata
Eson/bhule = saya (terdapat pada desa Tambhek dan sekitarnya, serta Sangkapura dan sekitarnya).
Ehon = saya (dituturkan di desa Komalasa/podekek/Suwari, dan sekitarnya)
Engkong = saya (dituturkan di desa Diponggo)
Nira = saya ( dituturkan di desa Paromaan, Langaor, Candi, Pagherangan, Sumber Waru dan sekitarnya )
kae= kamu ( dituturkan di desa Paromaan, Langaor, Candi, Pagherangan, Sumber Waru dan sekitarnya )
Penno= kamu (terdapat pada desa Tambhek dan sekitarnya)
Bekna = kamu (Sangkapura dan sekitarnya)
De e = kamu (khusus Diponggo)
inilah indahnya budaya dan bahasa Bawean meskipun memiliki perbedaan kata namun tetap saling dimengerti saat melakukan komunikasi antar warga Bawean
.................jangan lupa tetap Pelajari dan Gunakan Bahasa Ibu demi melestarikan Budaya!
....... Bersambung....
No comments:
Post a Comment